KENANGAN KECIL UNTUK CINTA YANG BESAR
Senyuman kecil kala itu.
Jatuh cinta pertama. Bukan sekedar
kata ‘cinta’ dan ‘pertama’. Cinta pertama juga bukan perihal saat dirimu
menjatuhkan hati pada seseorang yang kamu kagumi lalu kamu menjatuhkan pilihan hati
mu untuk nya. Bukan juga saat kamu menjerit tatkala dirinya mengirimi mu sebuah
text tanda perkenalan. Lebih dari itu, sebuah ‘Cinta’ harus menjalani berbagai
proses yang panjang.
Perkenalan pertama saat itu sangat
lucu untuk ku pribadi, kita berada pada posisi dimana diriku dan dirimu di
perintahkan untuk mengisi soal matematika yang bahkan belum pernah kita bahas
bersama guru di dalam kelas. Akibat dari kita berdua yang terlalu banyak
bercanda dan tidak mau mendengarkan perintah dari guru yang disebut sebagai
guru paling disiplin disana. Kita berdua berpandangan di depan kelas sambil
tersenyum aneh, mendapati bahwa hanya kitalah yang di hukum sedangkan yang lain
nya terkikik duduk di bangku mereka masing – masing memperhatikan kita yang
tersiksa di depan kelas.
Kita belum pernah sama sekali dekat
saat itu. Kamu berada di sisi kiri bersama barisan para laki – laki dan aku
berada di kanan bersama barisan para perempuan. Kita jarang berinteraksi,
jarang menyapa bahkan untuk meminjam penghapus di kelas. Aku baru mengetahui
nama mu saat itu. Padahal itu sudah bulan ke lima kita berada di kelas yang
sama. Entah karena aku yang malas menghafal seluruh nama anak di kelas atau
memang dirimu yang jarang menunjukkan eksistensi mu saat itu. Padahal kamu
termasuk anak yang paling sering di panggil ke ruang kesiswaan kala itu. Ah
mungkin salah ku, salah sifat super cuek ku.
Masing – masing dari kita memegang
sebuah spidol yang akan kita gunakan untuk mengisi jawaban di papan tulis putih
tersebut. Kita berdua menghadap kearah papan tulis tanpa menulis apapun disana.
Sudah ku bilang bukan kalau pelajaran ini belum pernah di bahas sebelumnya?
Walaupun aku termasuk jajaran anak yang selalu berada di peringkat Lima besar,
bukan berarti aku se pintar itu untuk menjawab pertanyaan di depan ini. Apalagi
dirinya, yang ku ketahui langsung bahwa dia anak yang menduduki peringkat Tiga
puluh di dalam kelas saat dia berbisik,
“Peringkat mu lebih besar, harusnya
kamu mengetahui jawaban nya”
Aku
menggernyit dan memandang nya malas, “Memang
berapa peringkat mu?”
Dia
tersenyum tanpa dosa dan membalas dengan gesture jari ‘Tiga’ dan ‘Nol’
Aku memandang nya malas, dan
menggeleng sebagai gesture bahwa aku juga tidak mengetahui jawaban nya. Saat
itu, berakhirlah dengan kami berdua yang berdiri di depan kelas karena alasan
tidak mendengarkan penjelasan guru, membuat berisik kelas dan tidak bisa
menjawab pertanyaan dari guru tersebut. Ya ya ya, aku kesal karena tidak
mengetahui jawaban nya. Aku juga kesal dengan anak ini. Laki – laki ini seperti
nya santai saja saat di hukum begini. huh, menyebalkan.
Dari waktu ke waktu, melewati jam,
menit, detik, hari dan bulan kami mulai dekat. Karena memang kami termasuk yang
paling berisik di kelas, kami pun cepat akrab. Membicarakan apapun yang kami lihat,
penting atau pun tidak. Bercanda sambil tertawa lepas, mengerjai teman kami
yang tidur di kelas dengan nyaman nya. Pergi makan siang bersama saat istirahat
dan bertukar nomor ponsel masing – masing.
Sebuah pesan lucu yang sangat ku
ingat hingga saat ini adalah saat dia berkata di pesan text nya dengan kata “Coba kenali siapa aku” dengan sebuah
emoticon seseorang yang memeletkan lidah nya dengan jenaka. Aku tersenyum dan
mampu menebak dengan gampang saat membuka pesan tersebut. Aku membalas dengan malas
nya dengan mengatakan “Aku tidak
mengenali mu, tolong jangan ganggu aku.” Tidak perlu menunggu lama, pesan
ku langsung di balas pada menit selanjutnya, “Kau perempuan menyebalkan”, dan berlanjutlah dengan kami yang
saling mengatai satu sama lain. Kami menghabiskan waktu sampai tengah malam dan
tertidur setelah kami mengucapkan selamat malam dan mimpi indah di akhirnya.
Pada masa itu, Dia adalah alasan
kenapa aku selalu tersenyum saat memandang ponsel ku. Alasan kenapa aku akan
tidur larut dan ibu memarahi ku karena kebiasaan baru ku tersebut. Alasan
kenapa aku selalu terlambat masuk kelas pada pagi hari dan di perintahkan untuk
berbaris di jam pertama pelajaran. Berbaris dengan dirinya yang berada di
bagian paling depan sambil tersenyum dengan jenaka nya. Menyebalkan memang,
tapi untunglah nilai ku tidak berubah menjadi buruk. Aku masih berada pada
peringkat di bagian atas di kelas ku, sedangkan dia, kalian harus tahu kalau
dia adalah anak pemalas di kelas. Peringkat nya tidak menginjak angka Dua puluh
pada saat pengambilan rapor kami saat itu. Dia masih berada pada angka Tiga
puluh. Dasar.
Lalu, pagi selanjutnya, satu bulan
sebelum hari Ujian Kelulusan kami. Saat sekolah kami mengadakan hari bebas
untuk para murid dengan menyelenggarakan bermacam perlombaan antar kelas. Dia
membawaku agar tetap bersama dengan nya selama acara, berteriak membela kelas
kami yang sedang berjuang di lapangan melawan kelas lain dalam perlombaan voli.
Kami berdua dengan heboh melemparkan conveti kearah lapangan perlombaan sambil
tertawa lepas. Tapi kemudian, kami yang di perintahkan untuk membersihkan area
lapangan, karena kami adalah dua orang yang tidak berhenti meleparkan conveti
pada saat itu.
Di sore yang tidak terlalu terik
tersebut, kami membersihkan ulah kami tanpa menggerutu. Justru karena kami
sangat menikmati moment ini. Hanya berdua di lapangan sekolah dengan candaan
nya dan tawa ku yang memenuhi sore ini. Terpaan angin sore saat itu sangat
sejuk, senyuman nya yang sangat lebar membawa ku ingin ikut tersenyum pula.
Sebuah kebahagiaan kecil yang aku rasakan pada saat itu. Di tambah lagi sebuah
kata manis yang dia ucapkan kala itu.
Aku tidak tahu kenapa dada ku
berdegub dengan kencang nya, aku juga tidak mengerti kenapa pipi ku bersemu
merah dengan lengkungan bibir yang tidak pernah luntur, aku tersenyum dan aku
mengakui bahwa senyuman itu adalah senyuman terlebar yang aku sematkan saat
itu. Ungkapan mu yang bahkan hanya ku balas dengan sebuah anggukan tersebut
adalah hal kecil yang masih ku ingat hingga detik ini.
“Jika kamu sudah mendapatkan impian
mu, dan aku sudah mendapatkan impian ku, mari kita menikah”
Ucapan lucu yang diungkapkan anak berusia tujuh
belas tahun, ditengah lapangan sekolah yang masih tersisa banyak sampah
conveti, dengan kami yang memegang sapu di masing – masing tangan kami, dan
tangan lain kami yang bebas saling bertautan kala itu. Dengan senyuman cerah mu
saat memandangku, tatapan mata penuh cinta anak sekolahan. Wajah mu yang ikut
merona sangat terlihat lucu di mata ku, jarang sekali kamu menunjukkan rona
merah itu.
Bagiku, cinta pertama bukan sekedar saat kamu
mengatakan bahwa kamu mencintai seseorang saat pandangan pertama, bukan pula
saat kamu mendapatkan ciuman pertama, bukan juga ketika kamu berpegangan tangan
bersama kekasih mu. Lebih dari itu, cinta pertama menurutku adalah saat kamu
memandangan kedalam bola mata nya ada sebuah ketulusan yang akan dia berikan
untuk mu, sebuah cinta yang luar biasa yang akan kalian ceritakan pada anak
cucu kalian nanti, sebuah perasaan hangat di mana saat kamu memandang matanya,
kamu akan langsung menetap kan bahwa dia adalah masa depan mu, bahwa dia adalah
orang yang sudah kau tunjuk untuk mengisi masa tua mu bersama dengan nya.
Sejak aku melihat senyuman mu, Aku mendapatkan
kekuatan baru, kekuatan berkat senyuman mu kala itu. Senyuman yang akan aku
ingat sampai kapan pun. Tatapan mata penuh ketulusan dan ucapan manis yang
masih ku ingat hingga saat ini.
Aku benar – benar jatuh padamu.
SYENI FEBRIYANI
Untuk mu yang sampai saat ini masih betah berada di relung hati terspecial ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar